Liputan6.com, Jakarta - Seiring pesatnya perkembangan kecerdasan buatan atau dikenal dengan Artificial Intelligence (AI), muncul pula ancaman baru yang tak kalah nyata.
Teknologi seperti deepfake dan swapface menjadi senjata baru bagi pelaku kriminal. Mereka bukan hanya mencuri data, tapi juga memanipulasi identitas yang sulit dibedakan dengan aslinya.
Baca Juga
Di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kombes Pol Ade Ady Syam Indradi selaku Kabid Humas menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia membuka catatan kasus siber yang masuk selama enam bulan pertama 2025.
Advertisement
Tercatat ada 944 laporan yang masuk dalam enam bulan pertama di tahun 2025, dua di antaranya secara eksplisit melibatkan AI.
"Terhadap AI ada 2 Laporan Polisi di mana korbannya adalah bank yang digunakan oleh pelaku untuk mendaftar rekening," kata Ade Ary dalam keteranganya kepada Liputan6.com, Selasa (3/6/2025).
Ade Ary menyebutkan penyidik mengandalkan teknologi khusus untuk membongkar kejahatan-kejahatan semacam ini, salah satunya dengan metode digital forensic.
Namun, hingga kini, belum ditemukan fakta laporan penipuan yang secara langsung berkaitan dengan AI.
"Perkara penipuan paling banyak dengan menggunakan social engineering, belum didapatkan fakta terkait AI. Terkait dengan kejahatan penipuan online sebanyak 71 persen," ucap dia.
Fenomena ini menandai babak baru dalam dunia kejahatan siber. Beberapa bentuk teknologi AI telah teridentifikasi digunakan dalam kasus-kasus penipuan. Dua di antaranya adalah deepfake dan swapface yang menjadi primadona bagi para penipu.
"Deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI), khususnya machine learning dan deep learning, untuk memanipulasi atau mengganti wajah, suara, atau gerakan seseorang dalam gambar, video, atau audio sehingga terlihat dan terdengar seperti asli," ucap dia.
"Swapface adalah proses atau teknologi untuk menukar wajah seseorang dengan wajah orang lain dalam gambar atau video, sehingga wajah satu orang terlihat seperti berada di tubuh orang lain," sambung dia.
Teknologi ini biasanya dipakai dalam sejumlah modus penipuan online.
"Penipuan online. Yang paling banyak adalah dengan modus operandi pekerjaan online, investasi bodong dan penipuan terkait pinjol," ucap dia.
Upaya Polisi Tangani Kasus Libatkan AI
Menghadapi tren baru ini, Polda Metro Jaya mengandalkan Direktorat Siber sebagai unit khusus yang menangani kasus kejahatan siber termasuk yang melibatkan AI.
Direktorat Siber Polda Metro Jaya pun terus memperkuat kapasitasnya dan menjalin kerja sama internasional. Tujuannya, bertukar informasi dan memperkuat jaringan dalam memburu pelaku kejahatan siber lintas negara.
"Kerja sama police to Police cooperation berupa capacity building dan sharing informasi pelaku kejahatan penipuan," ucap dia.
Namun, Ade juga tak ingin publik pasif. Ia mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan cerdas menggunakan teknologi, agar tak menjadi korban dalam era digital yang serba cepat dan kompleks.
Advertisement
Tips Terhindar dari Penipuan Libatkan AI
Tipsnya sederhana yaitu lindungi data pribadi, waspadai manipulasi digital, aktifkan verifikasi dua langkah, dan jangan mudah percaya terhadap informasi yang belum jelas sumbernya.
"Pertama lindungi data pribadi, waspadai deepfake dan manipulasi, aktifkan keamanan tambahan misalnya: verifikasi dua langkah, cek sebelum sharing," ucap dia.
Ancaman AI bukan hanya nyata, tapi juga terus membayangi. Ade Ary mengutip adagium "Crime is a shadow of civilization.”
"Setiap penemuan teknologi yang terbaru akan menimbulkan modus operandi kejahatan baru," tandas dia.