Sukses

Meriah, Tayub Massal 300 Penari Tutup Joged Jogja

Sebagai penutup, acara Joged Jogja #5 ini ditutup megah dengan Tayub massal yang melibatkan 300 penari dari Gunungkidul pada malam harinya.

Diperbarui 04 Mei 2025, 16:07 WIB Diterbitkan 02 Mei 2025, 19:37 WIB

Liputan6.com, Gunungkidul - Terik matahari tak menyurutkan semangat para seniman dalam gelaran Joged Jogja ke-5 yang digelar di Taman Budaya Gunungkidul (TBG), Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepat pukul 13.30 WIB, Sabtu (29/4) ketika panas sedang mencapai puncaknya, tim kesenian Jathilan Cahyo Kencono Mudho justru tampil penuh energi, membuka acara dengan tarian jathilan dan gedruk yang memukau penonton.

Acara tahunan ini menjadi ajang temu kangen sekaligus unjuk kreativitas para seniman tari dari lima wilayah di DIY — empat kabupaten dan satu kota. Tahun ini, Joged Jogja mengusung tema "Sajivancala", sebagai bentuk perayaan Hari Tari Internasional yang jatuh pada April. Tidak hanya sebagai hiburan, acara ini juga menjadi wujud solidaritas dan silaturahmi antarseniman.

“Joged Jogja tahun ini menampilkan perpaduan antara kesenian rakyat dan tarian kreasi modern. Dari jathilan, reyog hingga tarian kontemporer. Semua punya tempat dan kesempatan untuk bersinar,” ujar Jalu, salah satu panitia.

Berlangsung pada 28–29 April 2025, deretan penampilnya pun menarik perhatian. Ada Jathilan Kreasi Turangga Seta, SS Gandes Luwes, hingga Reyog Ponorogo Manggala Mataram. Showcase juga turut diisi institusi seni ternama seperti SMKI Yogyakarta, AKNSBY, UNY, dan ISI Yogyakarta.

Bintang tamu yang turut memeriahkan antara lain Prof. Sumandyo Hadi serta kolaborasi internasional antara Dra. Setyastuti, M.Sn dari Indonesia dengan Tomomi Yokosuka dari Jepang. Penampilan para ikon seni tari dari Sleman, Kota Yogya, Kulonprogo, Bantul, hingga Gunungkidul pun memberikan warna tersendiri dalam panggung Joged Jogja kali ini.

Salah satu penari gedruk dari Cahyo Kencono Mudho, Arif, mengaku sangat bersyukur bisa kembali tampil. “Saya sudah ikut sejak 2016, selain menari, saya juga jadi koreografer dan penata kostum. Semoga acara seperti ini terus ada agar seni jathilan dan gedruk tetap hidup,” ujar pria asal Karangduwet, Paliyan, Gunungkidul ini.

Menjelang sore, suasana makin semarak. Pengunjung terus berdatangan, tak sedikit yang datang bersama anak-anak. Kris, warga Pulutan, Wonosari, mengatakan dirinya datang karena sang anak ingin menonton langsung. Antusiasme anak-anak inilah yang diharapkan bisa menjadi benih kecintaan terhadap seni budaya sejak dini.

MC acara pun sempat menekankan pentingnya melibatkan generasi muda dalam pelestarian budaya. “Dengan mengajak anak-anak menonton, kita menanamkan rasa cinta pada seni tradisi sejak kecil,” ujarnya dari atas panggung.

Sebagai penutup, acara Joged Jogja #5 ini ditutup megah dengan Tayub massal yang melibatkan 300 penari dari Gunungkidul pada malam harinya — menjadi simbol betapa seni tari tetap hidup, menyatu dengan masyarakat, bahkan di tengah panas yang menyengat.