Sukses

Tupping, Seni Topeng ala Masyarakat Lampung Selatan

Penampilan karakter-karakter pada topeng tersebut disesuaikan dengan kisah yang ditampilkan saat pertunjukan. Keberadaan karakter pada topeng menjadi pembeda dan fokus utama dalam setiap pementasannya.

Diperbarui 08 Jun 2025, 01:00 WIB Diterbitkan 08 Jun 2025, 01:00 WIB

Liputan6.com, Lampung - Tupping merupakan seni topeng yang berkembang di Lampung Selatan, tepatnya di Kalianda. Kesenian ini ditampilkan dalam bentuk pertunjukan drama tari kepahlawanan.

Mengutip dari laman Indonesia Kaya, tupping merupakan topeng kayu dengan berbagai ekspresi. Karakter tokohnya pun berbeda-beda, mulai dari karakter ksatria yang sakti, tetua yang bijaksana, kesatria berwatak kasar, ksatria berwibawa, putri yang gemulai, anak-anak yang sedang bersedih, hingga tokoh jenaka.

Penampilan karakter-karakter pada topeng tersebut disesuaikan dengan kisah yang ditampilkan saat pertunjukan. Keberadaan karakter pada topeng menjadi pembeda dan fokus utama dalam setiap pementasannya.

Dahulu, tupping dianggap sakral. Hal inilah yang menyebabkan tupping memiliki jumlah spesifik di tiap daerah.

Jumlah tersebut tidak dapat ditambah, dikurangi, atau bahkan ditiru. Sifat sakral pada tupping bahkan membuatnya tak boleh dikenakan oleh sembarang orang.

 

2 dari 2 halaman

Berbeda-beda

Tupping daerah Kuripan berjumlah 12 buah. Masing-masing topeng hanya dapat digunakan oleh orang dari garis keturunan tertentu.

Hal berbeda terjadi di daerah Canti yang juga memiliki 12 tupping. Tupping di daerah ini hanya boleh digunakan oleh pemuda berusia 20 tahun.

Saat ini, tupping ditampilkan sebagai drama tari kepahlawanan. Kesenian ini juga kerap ditampilkan dalam prosesi pernikahan adat Lampung.

Umumnya, cerita yang ditampilkan pada tupping adalah kisah kegigihan pasukan Radin Inten I (1751-1828), Radin Imba II (1828-1834), dan Radin Inten II (1834-1856) dalam melawan kolonial Belanda. Tokoh-tokoh tersebut dikenal sebagai pahlawan kebanggaan masyarakat Lampung.

Penulis: Resla

EnamPlus